TIDAK MENGELOLAH TANAH: OAP SUDAH MATI

Marius Goo





Orang Asli Papua (OAP) adalah pemilik hak ulayat tanah Papua dari Sorong hingga Merauke. OAP bertanggung jawab penuh atas hak kepemilikan, bukan saja untuk “tidak menjual”, melainkan juga untuk “bekerja mengelolahnya” menjadi sumber kehidupan manusia Papua. Semua manusia hidup di atas dan dari tanah. Tanah adalah dasar kehidupan. Hanya dengan mengelolah tanah, OAP dapat mempertahankan hidup di atas tanah sendiri.

Tanah Papua milik OAP
Tanah dari Sorong sampai Samarai adalah warisan leluhur OAP dan untuk masa depan anak cucu OAP. Tanah yang dihidupi, dikelolah dan dipertahankan hingga diberikan oleh para leluhur kepada OAP kini, memiliki “tanggung jawab moril” untuk dilanjutkan kepada OAP masa depan (anak cucu).

Bagaimana OAP kini melihat tanah Papua demi keselamatan anak cucu OAP masa depan?

Pertama, OAP wajib memiliki “paham yang benar” tentang tanah. Bahwa, bagi OAP tanah adalah “mama”. Tanah adalah “segalanya”. Tidak satu pun manusia yang hidup tanpa tanah.

Kedua, berdasarkan “paham yang benar” tentang tanah, OAP berani mempertaruhkan nyawa atas tanah. Artinya, dalam hal mempertahankan tanah, OAP tidak bisa bermain-main, apalagi tanah adalah “mama”. Mama yang selalu menyediakan diri untuk kehidupan manusia Papua. Mama yang merelakan seluruh dirinya demi pertumbuhan dan perkembangan manusia berabad-abad, dari generasi ke generasi.

Ketiga, Tanah yang adalah “mama” itu harus dikelolah. OAP harus mampu sampai di tingkat “kesadaran” akan betapa bermaknanya nilai tanah. Tanah ada untuk dikelolah dan bukan untuk dijual. OAP hanya bisa hidup lama jika tidak menjual tanah dan hidup di atas dan dari hasil olahan tanah. Sebagaimana dikatakan alm. Uskup John Philip Saklil Pr, “OAP hidup karena tanah. Jika tanah beralih kepada orang pendatang tiada harapan bagi hidup OAP.” Dari keprihatinan inilah Gereja Lokal Keuskupan Timika melahirkan sebuah gerakan yang namanya “Gerakan Tungku Api Kehidupan: GerTAK”

GerTAK ini bertujuan menyelamatkan tanah hak ulayat masyarakat terpinggirkan. Sebab hingga kini OAP hidup karena hasil olahan tanah. Bahwa, nyatanya “OAP makan petatas dan sagu, bukan kelapa sawit.”

OAP Saatnya Bekerja Mengelola Tanah
Tanah dari Sorong hingga Samarai itu milik OAP. OAP bertanggung jawab mempertahankan hingga titik darah penghabisan. Bagaimana OAP mempertahankan tanah Papua sebagai milik pusakanya?

Pertama, Semua OAP dari sejak kecil sudah semestinya sudah disadarkan akan “hak kesulungan”. Bahwa tanah Papua adalah milik OAP yang tak dapat diganggu  gugat entah apa pun alasannya. OAP sejak kecil disadarkan bagaimana cara mempertahankan tanah sebagai hak kesulungan yang tidak bisa digadaikan dengan barang apa pun, sekalipun dengan uang “triliunan”.

Kedua, OAP mesti disadarkan bahwa nilai tanah selalu tertinggi dari apa pun. Tanah adalah nyawa. Artinya menjual tanah sama dengan menjual nyawa. Nyawa OAP ada dalam tanah, karena itu tanah Papua jangan ditebarkan meluas, tapi melipat dan dimasukkan dalam hati setiap OAP. Tanah adalah jantung kehidupan, jika tanah diambil orang lain, kehidupan OAP terhenti saat itu juga.

Ketiga, OAP wajib mampu kerja dan harus kerja. Soal bekerja mengolah tanah bagi OAP “hukumnya wajib”. Tanah ada untuk dikerjakan atau diolah dan bukan dijual.

Keempat, Disampaikan kepada OAP sendiri dan dunia bahwa di Papua tidak ada istilah yang namanya “tanah kosong”. Di Papua tidak ada “tanah kosong”. Semua tanah punya pemilik atas nama “klen” dan “marga” juga “suku bangsa”. Karena itu, tidak bisa dirampas seenaknya tanah Papua dengan alasan “tanah kosong”.

Kelima, untuk menghindari bahkan menghapus istilah “lahan kosong” perlu adanya pemetaan tanah hak ulayat. Setiap OAP wajib mengetahui tanah hak ulayatnya untuk memberitahukan kepada pihak-pihak yang mengklaim adanya “tanah kosong” di Papua. Bahwa memang tidak ada tanah Papua yang kosong.

Tanah diciptakan untuk diolah dan bukan untuk dijual. Saat ini OAP harus menjadi pekerja. OAP harus kerja, kerja dan kerja. OAP sudah harus mampu mengolah tanah dan mampu hidup dari hasil olahan tanah. Hanya di atas dan dari tanah, manusia hidup dan tanah adalah “sumber hidup”. Tugas bersama semua OAP untuk menyelamatkan tanah, sebagai upaya penyelamatan kehidupan OAP. Makan dari olahan tanah sendiri sama artinya dengan berhenti mengonsumsi makanan beracun dari Kios dan Warung, demi memuliakan kehidupan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEHAT MENURUT MANUSIA MEE

IPMAPAPARA MALANG DAN HAM

TANAH PAPUA MILIK SEMUA ORANG ASLI PAPUA