SELEBARAN POSKO EXODUS
PELAJAR DAN MAHASISWA NDUGA
"REFLEKSI WAJAH PAPUA PADA TAHUN 2018"
Wajah Papua secara kemanusiaan dan perdamaian di tahun 2018 sangatlah miris keadilan yang didapatkan oleh peradilan negara secara kebijakan yang diambil. Banyak sudah penderitaan, kesakitan serta modus penawaran niat kebaikan demi pencurian Tanah dan Manusia yang tidak adil dan bermartabat di atas Tanah Papua oleh kepentingan penguasa yang terus menindas, baik itu sistem kapitalis di Papua, sistem diskriminasi hukum oleh negara Indonesia terhadap masyarakat Papua, dan kekerasan aparat militer yang sangat masif pelanggaran HAM yang dibuat.Kita bisa lihat dan sadari bahwa kematian generasi penerus Papua di Kabupaten Asmat, Lany Jaya, Pegunungan Bintang karena pelayanan kesehatan yang kurang maksimal, kehilangan rumah dan segalanya, serta kematian karena konflik di Nduga. Hal ini menjadi cermin bagi semua pihak di kalangan masyarakat, akar rumput, mahasiswa, aktivis kemanusiaan, dan pemerintah untuk menilai keberpihakan kita secara moril kemanusiaan agar tidak diam dan mati tanpa syarat.
Konflik berkepanjangan di Nduga semenjak 02 Desember 2018 hingga kini, telah mengakibatkan kematian rakyat sipil asli Nduga selama operasi militer, yang lagi berperang dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Konflik tersebut malah menciptakan 40.000an lebih pengungsian besar-besaran di belasan distrik, 7000an Pelajar SD-SMU tidak mendapat jaminan akses pendidikan hingga kini. Tercatat juga 243 korban jiwa pun berjatuhan karena sakit, kelaparan, dan juga dibunuh oleh aparat TNI-POLRI secara brutal.
Dari Konflik Nduga, generasi mati lebih banyak, dimana 243 korban jiwa yang meninggal terdiri dari 110 anak, 95 dari laki-laki, dan 38 dari perempuan. Ini kasus pelanggaran HAM BERAT dan adanya Sistem slow genocida yang terjadi di Nduga Papua tanpa kita sadari sebagai manusia yang harus melawan. Ini pembunuhan manusia Papua yang terjadi di depan mata kita.
Namun situasi konflik Nduga, Pegunungan Bintang dan Asmat yang terjadi semenjak 2018, negara dan elit-elitnya malah diam membungkam suara rakyat untuk meminta keadilan kemanusiaan, meminta untuk menarik pasukan militer dari Nduga dan menyediakan fasilitas kemanusiaan yang bermartabat tanpa ada lagi teror, intiminasi, kriminalisasi, dan pembunuhan.
Di sisi lain, hal ini terlihat jelas bahwa dimensi dari berbagai persoalan HAM yang dialami oleh Tanah dan Manusia Papua telah memberikan gambaran kepada kita bahwa nilai-nilai keadilan, kebenaran dan kebebasan masih menjadi mimpi yang harus diperjuangkan lebih keras lagi oleh kita semua tanpa kompromi dengan bentuk penindasan apa pun. Jadi mari kita bersatu dan melawan segala kebobrokan dan penindasan oleh mereka terhadap Tanah dan Manusia Papua yang hampir punah ini.
Jayapura, 22 Februari 2020
Komentar
Posting Komentar